Bersama Kita Bisa... Kita Bisa Karena Kita Ada... Kita Ada Karena Kita Juara...

Bersama Kita Bisa... Kita Bisa Karena Kita Ada... Kita Ada Karena Kita Juara...

Senin, 12 Juli 2010

KARENA SURGA ATAU RIDHO-NYA?

Senin, 12 Juli 2010
Oleh: Deddy Sussantho


  Di sebuah kajian keislaman beberapa waktu lalu, yang saya juga berada di dalamnya, terjadi selisih paham antara moderator dengan pembicara. Hal ini terkait sebuah pertanyaan yang berujung pada pernyataan yang membahas tentang motivasi berdakwah.

Sang pembicara menegaskan bahwa ketika seseorang berdakwah, surgalah balasannya. Bagaimana tidak, Allah SWT telah menjanjikan hal itu. Akan tetapi, sang moderator rupanya agak keberatan manakala surga dijadikan tujuan dalam berdakwah. Menurutnya, tujuan amal seseorang hendaknya bukan karena menginginkan surga, melainkan ridho-Nya. Lalu kembali pembicara menambahkan, bahwa ketika seseorang beramal lantaran menginginkan surga itu masih diperbolehkan. Tak lupa ia juga menyebutkan sebuah judul buku sebagai rujukan. Seolah tak ingin kalah, salah seorang peserta pun ikut menjawab dengan maksud ingin menengahi. Ia berkata bahwa semua landasan niat itu tergantung atas tingkatan cinta pada-Nya.

Surga. Ridho-Nya. Tingkatan cinta. Tidakkah kalian rasa ini sangat menarik?




Saya pikir, seseorang akan berbuat sesuatu manakala ada motivasi tertentu yang membuatnya berlaku begitu. Terlebih terdapat sifat pragmatis yang membuat mereka senang menerima sebuah apresiasi atau hadiah atas apa yang telah mereka kerjakan. Ini fitrah manusia, bukan? Inilah saya kira mengapa Allah SWT menciptakan surga, sebagai apresiasi kemenangan atas ketaatan seorang hamba pada-Nya.

Allah telah menyediakan bagi mereka surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar. [QS. At-Taubah (9): 89]

Kemenangan yang besar! Maka sebagaimana biasa, kemenangan tidak akan didapatkan tanpa adanya tekad yang kuat, bukan? Analoginya begini, ketika dalam kompetisi, orang yang keluar sebagai pemenang adalah orang yang memang bertekad untuk menang. Dengan tekad kuat itu, mereka mempersiapkan diri dalam waktu yang panjang. Berlatih tiada henti. Belajar tiada mati. Hingga akhirnya, ia memiliki kompetensi yang memadai, memikat hati juri, dan keluar sebagai juara.

Pun begitu dengan surga. Allah SWT memberi surga ini tidaklah gratis. Artinya, hanya orang-orang yang bertekad masuk surgalah yang akan memperolehnya. Hanya orang-orang yang memenuhi syarat sebagai ahli surgalah yang akan memasukinya. Hanya orang-orang yang menyukai dan disukai oleh-Nya sajalah yang akan mendapatkannya.

Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah Allah”, kemudian mereka tetap istiqamah maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada (pula) berduka cita. Mereka itulah penghuni-penghuni surga, mereka kekal di dalamnya; sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan. [QS. Al-Ahqaaf (46): 13-14]

Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh mereka itu adalah sebaik-baik makhluk. Balasan mereka di sisi Tuhan mereka ialah surga Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah rida terhadap mereka dan mereka pun rida kepada-Nya. Yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Tuhannya. [QS. Al-Bayyinah (98): 7-8]

Allah menjanjikan kepada orang-orang yang mukmin lelaki dan perempuan, (akan mendapat) surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai, kekal mereka di dalamnya, dan (mendapat) tempat-tempat yang bagus di surga Adn. Dan keridaan Allah adalah lebih besar; itu adalah keberuntungan yang besar. [QS. At-Taubah (9): 72]

Subhanallah… 

Keridaan Allah adalah lebih besar! Inilah sebenarnya kunci atas kemenangan yang hendak kita capai. Walau besar sekali keinginan, namun bila tanpa ridho-Nya, mustahil kita akan mendapatkan surga!


Lantas, mana yang lebih penting dan harus kita prioritaskan, mendapat surga atau ridho-Nya? Baik, agar lebih mudah, izinkan saya membuat analogi dengan dua kisah seperti ini:

Seorang anak kecil menginginkan mainan terbaru. Harga mainan tersebut cukup mahal dan si anak tahu, ia butuh usaha ekstra untuk membujuk kedua orang tuanya agar mau membelikannya mainan itu. Untuk itu, anak tersebut mulai mendekati ayah dan ibunya serta berusaha berlaku patuh dan sopan di hadapan mereka. Waktu bergulir dan si anak tetap berbuat baik. Maka benarlah, tak lama akhirnya kedua orang tuanya sepakat membelikannya mainan mahal tersebut dan memberikannya pada si anak. Si anak girang. Orang tuanya pun senang.

Seorang anak kecil begitu mencintai kedua orang tuanya. Setiap hari ia tunjukkan hal itu dengan berlaku baik dan menyenangkan, kapan pun dan di mana pun. Hal ini ia lakukan untuk membuat orang tuanya senang dan lebih mencintai dirinya. Bagi si anak, berbuat sesuai keinginan orang tuanya adalah kenikmatan tersendiri dalam mengekspresikan betapa ia juga mencintai orang tuanya. Suatu hari, kedua orang tuanya tanpa pikir panjang dan dengan senang hati membelikannya mainan terbaru untuk si anak. Ini sebagai hadiah atas sikapnya selama ini. Alhasil, si anak girang. Orang tuanya pun senang.

Dari dua kisah di atas, kedua anak memang mendapat mainan. Keduanya pun baik, kedua orang tuanya begitu mencintai mereka. Namun di sisi lain, hal utama yang membedakan antara keduanya adalah niat. Kemurnian atau keikhlasan dalam berbuat.

Tidakkah kita ingat bahwa Nabi kita, Muhammad SAW, telah mengingatkan kita lebih dari 1000 tahun yang lalu, bahwa segala perbuatan itu tergantung dari niatnya. Kualitas amal juga tergantung dari kualitas niatnya.
Sesungguhnya seluruh amal itu tergantung kepada niatnya, dan setiap orang akan mendapatkan sesuai niatnya… [HR. Bukhari dan Muslim]

Mainan adalah apresiasi yang diberikan orang tua atas sikap baik si anak. Itu hanyalah efek samping. Seperti kado di kala ulang tahun, itu hanyalah efek dari sebuah peringatan hari lahir. Lantas bukan berarti jika tanpa kado, usia kita tidak akan bertambah, bukan? Maka dari itu, perlulah kita mengingat kembali tujuan kita (manusia) diciptakan oleh-Nya.

Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. [QS. Adz-Dzariayat (51): 56]

Sekali lagi perhatikan, Allah SWT tidak mengatakan “agar mereka masuk surga”, melainkan “supaya mereka menyembah-Ku”. Maka sudah seyogyanya setiap liku kehidupan yang kita jalani, seperti sekolah, makan, berteman, tidur, berdakwah, dan lain sebagainya, terangkum dengan niat untuk beribadah kepada-Nya. Semata-mata memburu ridho-Nya.

Ingatlah, kebahagiaan itu letaknya di hati, bukan pada harta, tahta, atau segala kenikmatan dunia. Kebahagian baru akan dapat diraih manakala seseorang dapat menguak rahasia cinta yang diberikan Tuhan untuknya, dengan sebelumnya mencoba memahami kedudukan, peran, dan fungsi dirinya di hadapan Tuhannya.
Jangan jadikan efek atau apresiasi sebagai prestasi tertinggi, tapi cukuplah ridho-Nya sebagai tujuan hakiki. Yang perlu diperhatikan adalah usaha maksimal, lalu tawakal. Artinya, gunakan seluruh peluang yang dapat membuat Allah SWT senang, ridho, dan cinta pada kita. Bila meminjam istilah anak muda, pedekate (pendekatan), maka jangan pernah biarkan satu kesempatan pun hilang untuk pedekate pada Allah SWT. Apa pun yang membuat Allah SWT senang dan ridho, kita lakukan itu! Gunakan seluruh waktu dan segala aspek hidup kita guna pedekate pada-Nya, menggapai ridho-Nya. Jika Allah SWT ridho pada kita, mustahil Dia tak memberi surga-Nya, bukan? Bahkan, mendapat ’sesuatu’ yang lebih dari surga pun, bukan hal yang tidak mungkin manakala jalinan cinta telah terajut antara kita dan Dia, bukan? Namun sekali lagi, surga bukanlah tujuan, melainkan imbalan, yang tak berarti tanpa ada ketulusan.

Masihkah kalian ingat ada sebuah cerita seorang pelacur yang masuk surga lantaran memberi minum seekor anjing yang kehausan? Atau cerita masuknya orang sholeh ke dalam neraka karena sebelum matinya ia tergoda wanita, berzina, membunuh, lalu akhirnya murtad? Tiada yang membuat mereka masuk surga atau neraka, selain ridho-Nya.

Semoga Allah SWT senantiasa menjaga hati kita dari segala noda, sehingga kita dapat memijakkan kaki pada anak tangga yang lebih tinggi dalam tingkatan sebuah cinta. Hanya untuk-Nya.

Saya pun jadi teringat sebuah lirik lagu “Jika Surga dan Neraka Tak Pernah Ada” yang sempat dipopulerkan oleh alm.Chrisye:

Apakah kita semua
Benar-benar tulus
Menyembah pada-Nya
Atau mungkin kita hanya
Takut pada neraka
Dan inginkan surga


Jika surga dan neraka tak pernah ada
Masihkan kau bersujud kepada-Nya
Jika surga dan neraka tak pernah ada
Masihkah kau menyebut nama-Nya


Bisakah kita semua
Benar-benar sujud sepenuh hati
Karna sungguh memang Dia
Memang pantas disembah
Memang pantas dipuja


Allahua’lam…

[Limo, 9 Juli 2010]

0 komentar:

Posting Komentar