Bersama Kita Bisa... Kita Bisa Karena Kita Ada... Kita Ada Karena Kita Juara...

Bersama Kita Bisa... Kita Bisa Karena Kita Ada... Kita Ada Karena Kita Juara...

Rabu, 15 Desember 2010

ANTARA MATA DAN TELINGA

Rabu, 15 Desember 2010
Oleh: Deddy Sussantho

“Mana yang selama ini paling kita optimalkan, mata atau telinga?”

Tidak mudah memang menjawab pertanyaan di atas. Pasalnya, kedua indera itulah yang menjadi andalan bagi kita dalam menyerap informasi.

Baik, mungkin banyak di antara kalian yang menjawab mata, tapi tidak sedikit pula yang menjawab telinga. Supaya tidak berlarut, analoginya seperti ini: Ketika mendengar siaran radio, kita tidak cukup terganggu meski hanya suara yang diperdengarkan, tanpa gambar visualisasi. Namun tidak demikian ketika menonton siaran televisi. Kita tidak akan dapat menikmati siaran yang tanpa suara, bukan?

Ya, selama ini, sadar atau tidak, telinga memiliki peran penting dalam menyerap informasi ketimbang mata. Kalau mata selayang pandang, maka telinga selayang dengar. Penglihatan bisa saja salah, namun tidak dengan pendengaran. Pendengaran tidak dapat dihalangi meski di depannya ada sebuah tembok. Tapi tidak demikian dengan penglihatan, ia tidak berfungsi manakala di depannya terdapat penghalang.


Maka dari itu, film bertajuk “Si Buta dari Gua Hantu” laris di pasaran dan memiliki banyak episode. Hal itu lantaran alur cerita yang seru, yang mana seorang buta dapat terus bertahan hanya dengan mengandalkan pendengarannya saja. Tapi coba banyangkan, jika ada film “Si Tuli dari Gua Hantu”, mungkin episodenya tidak akan banyak karena tokoh utamanya sudah keburu mati dihajar lawannya dari sisi yang tidak terlihat.

Begitu pentingnya pendengaran, hingga Allah SWT menyebutkannya dalam al-Qur’an (QS. 10:31; 16:78; 17:36; dlsb) lebih dulu daripada penglihatan. Tentu ada hikmah di balik ini semua. Seperti halnya mulut, yang hanya diciptakan satu, sementara tangan, kaki, telinga dan mata diciptakan dua, mengandung arti bahwa kita harus lebih banyak belajar (mendengar dan melihat) daripada bicara. Bisa jadi, kali ini, terdapat hikmah bahwa kita harus lebih mempergunakan pendengaran secara maksimal, seperti mendengar nasihat, mendengar al-Qur’an, juga termasuk mendengar suara hati.

Pada dasarnya, hati yang sehat akan mengemukakan mana baik-buruk dan benar-salah dengan jelas. Boleh jadi kerusakan atau keburukan yang terjadi di sekitar kita lantaran selama ini kita kurang mendengar suara hati kita.

Sekarang, mari kita tanyakan pada diri kita, sudahkan kita optimal dalam mendengar?

[Limo, 20 Oktober 2010, adaptasi dari tausyiah Ustadz Jefri al-Bukhori]

0 komentar:

Posting Komentar