Bersama Kita Bisa... Kita Bisa Karena Kita Ada... Kita Ada Karena Kita Juara...

Bersama Kita Bisa... Kita Bisa Karena Kita Ada... Kita Ada Karena Kita Juara...

Rabu, 27 Januari 2010

Renungan Bagi Aktivis Dakwah

Rabu, 27 Januari 2010
“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka segala jenis kekuatan yang bisa engkau siapkan dan kekuatan berupa armada perang berupa kuda-kuda tambatan/pilihan yang merupakan simbolisasi armada perang, umtuk menggetarkan musush-musuh Allah dan musuh-musuh-mu dan orang-orang yang kamuu tidak mengetahui mereka tetapi Allah mengetahui mereka”. (Qs.Al-Anfaal : 160)

Ikhwahfillah Rohimakumullah,
Alhamdulillah marilah pertama sekali kita satukan hati kita dalam syukur kepada Allah SWT, atas segala nikmat yang diberikannya kepada kita, terlebih tentunya nikmat iman dan Islam yang telah menyebabkan hidup kita bermakna, dan nikmat sehat wal afiat yang telah menyebabkan hidup kita menjadi lancar. Dan keistiqomahan kita dalam ukhuwah memperjuangkan dinul Islam ini.
Dunia kampus merupakan ladang subur semaian idiologi Islam versus sekuler, antara yang hak dan yang batil akan terus bertarung sampai akhir zaman. Pertentangan kedua idiologi ini bahkan akan terus terbawa hingga ke basis di atasnya, yaitu alumni. Menjadi suatu keharusan bagi aktivis da’wah untuk selalu menancapkan idiologi islam sedalam-dalamnya di dunia kampus. Tujuannya adalah, lii ila fii kalimatillah, meninggikan kalimat Allah dimuka bumi ini. Siyasah Da’wah menegaskan prinsip, bahwa kader adalah aset utama gerakan. Kekuatan da’wah bertumpu pada daya soliditas, responsivitas, dan produktivitas para kadernya dalam melakukan manuver da’wah. Dibutuhkannya kader yang memiliki militansi, adanya ukhuwah antara sesama kader da’wah dan kesemangatan dalam perjuangan menegakkan dakwah.
Dengan adanya kader yang memiliki daya soliditas, responsivitas, dan produktivitas dalam da’wah Allah akan menurunkan pertolongannya dengan memenangkan para jundinya. Ingatlah janji Allah dalam Al Qu’an surat Annur ayat 55, Allah Swt berfirman
“Allah telah menjanjikan kepada orang-orang di antara kamu yang beriman dan mengerjakan kebajikan, bahwa Dia sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah Dia Ridhai. … “
Kemenangan kepada orang-orang beriman sudah jelas dijanjikan Allah. Yang menjadi pertanyaan adalah apakah kita sudah beriman? Ataukah apakah keimanan kita sudah benar? Sehingga sebagai aktivis dakwah pantas untuk diberi amanah untuk memimpin.
Ikhwahfillah Rohimakumullah,
bekal keimanan adalah kunci utama untuk mendapatkan pertolongan dari Allah SWT berupa kemenangan-kemenangan yang dijanjikan. Disamping juga persiapan-persiapan lain, berupa pengorbanan, persiapan maali, persiapan senjata, dan kokohnya barisan dalam perjuangan.
Keimanan yang benar adalah sebuah proses, yang sejatinya harus selalu ada pada diri seorang aktivis. Karena kita tidak tahu kapan kita akan menemuai kematian. Keimanan inilah yang harus dijaga setiap saat.
Bekal perjuangan seorang aktivis dakwah, yang menjadi ciri khas dari dalam perjuangan dakwah ini adalah:
1. Keshalihan yang Istiqomah
Garis perjuangan dakwah tidak hanya bisa mengandalkan pada jumlah kader yang ada dan kekuatan, namun yang lebih penting dan sebagai faktor yang mendasar adalah ukuran keshalihan pada para jundinya. Akhlak imani berupa amalan yaumiyah sebagai pondasi untuk memperkuat keimanan kita, sehingga pertolongan Allah berupa kemenangan akan lebih dekat. Keistiqomahan dalam menjalankan aktivitas yang wajib sebagai dasar jangan sampai ditinggalkan, keistiqomahan dalam melaksanakan sunah-sunah sebagai ibadah tambahan, seperti shoum sunnah, sholat sunnah, Qiyamul lail dsb, keistiqomahan dalam tilawah dan al ma’tsurat sebagai dzikir harian, istighfar dan taubat yang terus-menerus, maka langkah untuk menuju kemenangan semakin dekat dalam perspektif Islam. Modal utama yang harus dimiliki oleh aktivis harakah adalah quwwatus shilah billah (kekuatan hubungan dengan Allah). Tanpa modal itu, maka percuma menjadi kader dakwah dan tidak akan berhasil menjadi kader dakwah. Karena perjalanan dakwah adalah perjalanan yang sulit, berliku, banyak rintangan dan panjang. Dan itu tidak akan dapat dilampui, kecuali aktivis dakwah yang memiliki quwwatus shilah billah. Pelajaran inilah yang kita dapatkan dari turunnya surat Al-Muzammil yang mengiringi tugas berat Rasul saw. mendakwahi kaumnya. Surat Al-Muzzamil mengajarkan kepada para da’i pentingnya membangun quwwatus shilah billah dengan sholat malam dan tilawatul Qur’an.
Modal untuk tetap istiqomah dalam keshalihan adalah sesuatu yang tidak bisa ditawar. Umar bin Khaththab menasehati kepada para pasukkannya agar bertaubat sebelum bertempur. Abu Darda’ radhiyallahu ‘anhu berkata, “Wahai kaum Muslimin, kerjakanlah amal shaleh sebelum berperang, karena kalian berperang dengan (bersenjatakan) amal-amal kalian.” Fudhail bin ‘Iyadh berkata kepada para mujahid saat hendak berangkat perang, “Kaliaan harus bertaubat, karena taubat mampu menolak dari kalian sesuatu yang tidak bisa ditolak dengan pedang.”
Ikhwahfillah Rohimakumullah,
kita berjuang melawan kebatilan dan pemerintahan yang dzalim dengan amal kita sebelum kita memerangi mereka dengan keahlian, kesaksian, keistimewaan kita, dan senjata kita.
2. Refleksi kebaikan diri
Allah SWT berfirman dalam QS. Ash Shaff: 2-3, ”Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan. ”
Allah SWT menegur keras orang beriman dan aktivis dakwah yang mengatakan apa yang tidak diperbuat, bahkan Allah SWT. sangat membencinya. Karena aktivitas yang dominan dilakukan para da’i adalah dakwah yang banyak menggunakan ucapan. Sehingga ucapan itu harus diselaraskan dengan perbuatan. Karena ucapan yang tidak sesuai dengan perbuatan dan kenyataan adalah dusta yang merupakan sifat munafik. Sehingga kejujuran adalah modal utama berikutnya bagi para da’i.
Dan kejujuran harus dilakukan para da’i dalam dakwahnya. Jujur dalam menyampaikan risalah Islam, jujur dalam bersikap dan jujur dalam berkata-kata. Salah satu ajaran Islam yang terpenting adalah jihad dan berperang melawan musuh Allah. Tetapi kita menyaksikan banyak para penceramah yang sudah dikenal oleh orang banyak dengan sebutan ustadz atau kyai dan sebutan lainnya tidak jujur dalam menyampaikan Islam. Mereka tidak berani menyampaikan jihad, dan kalaupun menyampaikan kata jihad, maka dibatasinya dalam ruang lingkup yang sempit, yaitu jihad melawan hawa nafsu. Atau semua bentuk jihad disebutkan, kecuali jihad dalam memerangi musuh Allah, baik musuh Allah itu Yahudi, Kristen maupun orang kafir lainnya.
Seorang aktivis dakwah hendaknya selalu mengintrospeksi apa yang sudah, sedang, dan akan diperbuatnya. Karena seorang aktivis dakwah bisa mengarahkan orang lain apabila dia telah berhasil mengarahkan dirinya. Seorang aktivis dakwah tidak bisa mempengaruhi oarang lain selama ia belum terpengaruh dan terwarnai oleh apa yang diserukannya itu. Sesungguhnya orang-orang disekitar kita (adik-adik kos, teman-teman satu kelas dsb) akan membangun sendiri pemikiran dan kepribadiannya, menentukan berbagai bentuk perilaku dengan mengikuti kita, dan akan segera memahami dakwah kita apabila kita terlebih dahulu telah memahaminya.
3. Memegang teguh sifat Wara’
Inilah modal selanjutnya yang harus dimiliki aktivis dakwah, sebab apabila seaorang da’I memegah teguh sifat wara’, maka sifat wara’nya ini memiliki pantulan yang gelombangnya akan menciptakan penggerak bagi manusia. Hal itu dijelaskan oleh seorang zahid yang bernama Yahya bin Mu’adz, “sebesar apa kesibukanmu dengan Allah, sebesar itu pula kesibukan makhluk dengan dirimu.” Taufiq dan hidayah Allah Ta’ala kapada Mad’u kita di dalam aktivitas rekrutmen dan tarbiyyah sejalan dengan perhatian kita terhadap-Nya. Krisis ketidak pedulian manusia terhadap kita tidak lain merupakan akibat dari krisis kurangnya perhatian kita terhadap apa yang diwajibkan Allah.

4. Berjuang di Jalan Allah dalam Satu Barisan yang Kuat (Al-Qitaal fii Sabilillah Shaffan)
Allah SWt berfirman dalam QS. Ash Shaff: 4, ”Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.”
Kehidupan di dunia sejatinya merupakan peperangan antara kebenaran dan kebatilan. Perang antara para pengikut kebenaran dan pengikut kebatilan semenjak mulai nabi Adam as versus Iblis la’natullah. Inilah logika dan aqidah yang harus melandasi para da’i dalam berdakwah. Dan puncak peperangan adalah perang fisik dan perang peradaban. Peradaban Materialisme dan Peradaban Islam akan terus menerus bersaing dan berperang untuk meraih kemenangan. Peradaban Materialisme di komandani oleh penguasa kafir dan diktator dari dahulu sampai akhir zaman. Mereka adalah Namrud, Firaun, Qorun, Abu Jahal, Abu Lahab, Lenin, Stalin, Hitler, Goerge Bush dan anaknya Goerge Walker Bush, Ariel Saron dll. Sedangkan peradaban Islam dipimpin oleh para nabi as sampai nabi terakhir nabi Muhammad saw. Khulafaur Rasyidin, dan para ulama yang tegak membawa panji kebenaran.
Perang fisik memang jalan terakhir jika orang-orang kafir tidak mempan dengan logika dan fikiran. Karena Islam, sesuai dengan namanya adalah agama cinta damai dan mengutamakan perdamaian. Perang fisik bukanlah tujuan, tetapi sarana agar orang hanya tunduk kepada kebenaran dan agar tidak ada lagi fitnah yang disebarkan musuh-musuh Allah. Islam menghendaki tidak ada kerusakan dan kezhaliman di muka bumi. Dan para da’i bertugas untuk mengajak manusia agar mereka tunduk kepada kebenaran, tidak melakukan kezhaliman dan kerusakan.
Pada saat jalan lain buntu, tujuan perdamaian tidak tercapai dan manusia tidak merasa aman, maka perang fisik adalah sarana yang paling ampuh untuk menegakkan keamanan dan perdamaian tersebut. Allah SWT. berfirman, artinya:” Maka berperanglah kamu pada jalan Allah, tidaklah kamu dibebani melainkan dengan kewajiban kamu sendiri. Kobarkanlah semangat para mu’min (untuk berperang). Mudah-mudahan Allah menolak serangan orang-orang yang kafir itu. Allah amat besar kekuatan dan amat keras siksaan (Nya)” (QS An-Nisaa’ 84).

5. Berdagang dengan Allah (At-Tijarah Ma’allah Ta’ala)
Allah SWT berfirman dalam QS Ash Shaff : 10-13, “Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu Aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih? (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahuinya, niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosamu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, dan (memasukkan kamu) ke tempat tinggal yang baik di dalam surga `Adn. Itulah keberuntungan yang besar. Dan (ada lagi) karunia yang lain yang kamu sukai (yaitu) pertolongan dari Allah dan kemenangan yang dekat (waktunya). Dan sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang yang beriman.”
Suatu bisnis yang tidak pernah ada kerugiannya telah ditawarkan Allah SWT, suatu bisnis yang menguntungkan dunia dan akhirat. Karena musuh-musuh Allah hanya dapat dihadapi dan dikalahkan oleh orang-orang yang siap berbisnis dengan Allah. Namun demikian, bisnis ini syaratnya berat, sehingga tidak semua orang beriman mengikutinya. Bisnis ini syaratnya adalah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwa. Hanya orang yang tahu (berilmu) agama yang mendalamlah yang dapat mengikuti bisnis ini. Ilmu yang membuat orang beriman semakin khusu’ dan lebih mengutamakan kehidupan yang mulia dan kehidupan yang kekal di akhirat.
Bisnis ini sangat besar imbalannya, yaitu ampunan dari Allah atas dosa-dosa yang dilakukan, surga Allah yang penuh dengan kenikmatan berupa air yang mengalir, dan rumah-rumah yang indah. Dan tambahan yang lain berupa pertolongan Allah dalam kehidupan dunia dan kemenangan yang dekat atas musuh-musuhnya. Jihad memang satu-satunya jalan menuju kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
Kabar gembira ini diperuntukkan bagi orang-orang beriman, yaitu orang yang tidak tertipu dengan segala fasilitas dunia. Orang beriman tidak mudah tunduk patuh dan loyal kepada orang-orang kafir dan fasik. Orang beriman menjadikan aktivitas politiknya untuk kemenangan Islam dan umatnya, bukan untuk memperkaya diri sendiri dan keluarganya. Orang beriman adalah orang yang yakin akan hari akhirat dan perjumpaan dengan Allah sehingga berupaya zuhud dari kehidupan dunia dan tidak membuat istana di dunia. Allah SWT. berfirman, artinya: “Negeri akhirat itu, Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di (muka) bumi. Dan kesudahan (yang baik) itu adalah bagi orang-orang yang bertakwa” (QS Al-Qashash 83)

6. Jadilah Penolong Allah (Kunuu Anshrallah)
Allah SWT berfirman dalam QS Ash Shaff : 14, “Hai orang-orang yang beriman, jadilah kamu penolong-penolong (agama) Allah sebagaimana Isa putra Maryam telah berkata kepada pengikut-pengikutnya yang setia: “Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku (untuk menegakkan agama) Allah?” Pengikut-pengikut yang setia itu berkata: “Kamilah penolong-penolong agama Allah”, lalu segolongan dari Bani Israil beriman dan segolongan (yang lain) kafir; maka kami berikan kekuatan kepada orang-orang yang beriman terhadap musuh-musuh mereka, lalu mereka menjadi orang-orang yang menang.”
Dan puncak dari tawaran Allah adalah tawaran untuk menjadi penolong Allah (Anshorullah). Maukah kita menjadi tentara Allah ? Maukah kita menjadi penolong Allah ? Padahal sejatinya Allah tidak membutuhkan pertolongan kita. Tetapi inilah bahasa yang sangat indah, bujukan yang sangat halus, ajakan yang tidak ada yang bisa menangkapnya kecuali orang-orang yang beriman dan para da’i yang hatinya hidup serta siap memberikan sesuatu yang terbaik untuk agama Allah. Dan sebagai buahnya adalah dominasi dan kemenangan Islam serta kejayaan umat Islam.
Itulah bekal yang harus ada pada seorang aktivis dakwah, kualitas kader dakwah menjadi modal utama dalam gerakan dakwah ini. Jika yang terjadi sebaliknya, maka akan muncul bencana bagi dakwah ini. Apa bentuk bencana itu?
  1. Akan muncul kader-kader yang tidak mampu istiqomah di dalam mengikuti irama perjalanan dakwah yang dinamis. Ia akan tersibukkan oleh problem-problem personal dan terjauhkan dari aktivitas dakwah.
  2. Munculnya kader dakwah yang menginginkan kehidupan dakwah sebagai sesuatu yang ringan dan menyenangkan secara duniawi. Mereka menjadi enggan ketika perjalanan dakwah begitu panjang dan membutuhkan pengorbanan yang banyak. Mereka cenderung menjadi orang yang ingin “hidup dari dakwah” dan bukan menghidupi dakwah. Perhatikan peringatan Allah SWT : “Kalau yang kamu serukan kepada mereka itu keuntungan yang mudah diperoleh dan perjalanan yang tidak seberapa jauh, pastilah merka mengikutimu. Tetapi tempat yang dituju itu amat jauh terasa oleh mereka. mereka bersumpah dengan nama Allah: ‘jikalau kami sanggup, tentulah kami berangkat bersama mu’. Mereka membinasakan diri mereka sendiri dan Allah mengetahui bahwa mereka sesungguhnya benar-benar orang yang berdusta.” (QS At Taubah: 42)
  3. Munculnya kader dakwah yang tidak mampu membawa misi dakwah di tengah-tengah umat. Misi dakwah yang besar dan berat hanya dapat dipikul oleh orang-oarang yang siap segalanya, bukan orang yang loyo.
    Akibat dari munculnya ketiga hal itu, akan muncul permasalahan yang lebih komplek bagi dakwah kedepan:
  4. Dakwah menjadi disibukkan oleh problematikan internal yang sangat menguras energi dakwah, sehingga tidak mampu menjalankan misi-misi perubahan secara efektif. Padahal misi utama dakwah adalah melakukan perubahan dan perbaikan secara nyata. (QS 11: 88)
  5. Akan muncul pikiran disebagian kader yang lemah, untuk menarik kembali dakwah kebelakang. Suatu pelajaran yang sangat berharga bagi aktivis dakwah, yaitu kisah perang uhud berikut ini: “orang-orang yang ditinggalkan 9tidak ikut berperang itu, merasa gembira dengan tinggalnya mereka di belakang Rasulullah, dan mereka tidak suka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. Dan mereka berkata: ‘Janganlah kamu berangkat (pergi berperang) dalam panas terik ini’. Katakanlah :’ Api neraka jahannam itu lebih sangat panas’, jikalau mereka mengetahui.” (QS At Taubah : 81)
    Itulah bencana yang akan bisa terjadi manakala aspek kualitas diabaikan.
Ikhwah fillah Rohimakumullah,
marilah bagi siapa saja yang mengaku aktivis dakwah untuk selalu muhasabah diri. Sejauhmana keimanan kita akan ke-Maha Kuasa-an Allah, sejauhmana keyakinan kita akan kebenaran Islam, sejauhmana pemahaman kita akan jalan dakwah Islam dan sejauhmana kerinduan kita terhadap syurga yang telah dijanjikan Allah SWT.
Keimanan yang besar terhadap Allah SWT inilah kunci utama dalam keberhasilan perjuangan dakwah. Wallahu A’lam Bishawaab.
http//nurfalah.wordpress.com

0 komentar:

Posting Komentar